Jakarta (ANTARA) - Pendiri Zero Net Waste Management Ahmad Safrudin mengungkapkan meski aturan untuk mengurangi penggunaan kemasan kecil telah berlaku selama enam tahun, produsen air minum dalam kemasan (AMDK) masih mengandalkan kemasan berukuran gelas, sehingga masalah sampah plastik kian memburuk.
Safrudin dalam keterangannya, Minggu, menyebutkan bahwa ada dua bentuk perlawanan dari pihak produsen terhadap regulasi ini. Regulasi tersebut yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.
Peraturan ini antara lain mendorong produsen untuk menghentikan penggunaan kemasan berukuran kecil dan beralih kepada kemasan berukulan besar (upsizing). Dorongan ini merupakan bagian dari upaya pengurangan timbulan sampah hingga 30 persen pada 2030.
“Faktanya, terjadi dua perlawanan korporasi terhadap regulasi, yakni pertama dengan tetap memproduksi kemasan berukuran kecil dan kedua dengan tidak mendaftar untuk mengikuti peta jalan pengurangan sampah,” ungkap Safrudin.
Survei yang dilakukan oleh Zero Net Waste dan Litbang Kompas di enam kota besar pada 2022 menunjukkan sampah plastik kecil, seperti saset, kantong kresek, bungkus mi instan, dan gelas plastik AMDK, masih mendominasi berbagai lokasi penemuan sampah.
Lima jenis sampah plastik yang paling banyak ditemukan adalah serpihan plastik berbagai merek sebanyak 59.300 item, plastik kresek 43.597 item, bungkus mi instan 37.548 item, gelas plastik merek Aqua 33.789 item, dan botol plastik merek Sprite 30.171 item.
Safrudin juga sependapat bahwa aturan yang lebih ketat diperlukan, yakni mengurangi kemasan kecil hingga 30 persen.
Hasil ini sejalan dengan temuan Sungai Watch dalam audit merek di Bali dan Banyuwangi pada 2024. Dari sekitar 600 ribu item sampah yang dikumpulkan dari badan sungai, Aqua tercatat sebagai penyumbang terbesar dengan 36.826 item atau 17 persen dari total sampah, di mana sepertiganya berupa gelas plastik ukuran 220 ml.
Dalam laporannya, Sungai Watch menyebut produsen Aqua masih sangat mengandalkan kemasan-kemasan kecil seperti gelas plastik. Sekalipun produsen air minum kemasan terbesar di Indonesia itu telah menghapus produk gelas plastik ukuran 220 ml dari situs web resminya, pada kenyataannya gelas-gelas plastik air minum Aqua masih banyak ditemukan di toko, pasar, dan supermarket.
“Klaim keberlanjutan perusahaan ini tidak selaras dengan strategi pemasarannya,” tulis Sungai Watch dalam laporannya.
CEO Kita Bumi Global Hadiyan Fariz Azhar menjelaskan bahwa kemasan kecil memiliki nilai ekonomi rendah dan sulit untuk dikumpulkan dan didaur ulang.
“Mengumpulkan sampah berukuran kecil itu sulit, dan belum lagi kita harus membersihkan berbagai kontaminan di dalamnya, sehingga nilai jualnya pasti akan menyusut,” jelas Hadiyan.
Hadiyan menilai diperlukan regulasi yang lebih tegas untuk mendorong produsen beralih ke kemasan besar.
"Produsen selalu bicara soal profit. Kalau hitungan mereka tidak masuk, mereka tidak akan mau mendesain ulang kemasan," tambahnya.
Sampah gelas plastik AMDK menggunung, produsen dianggap tak taat aturan
Minggu, 2 Maret 2025 4:42 WIB

Foto udara alat berat meratakan tumpukan sampah di TPAS Puuwatu, Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (3/1/2025). ANTARA FOTO/Andry Denisah/aww.