Jakarta, (Antaranews Bogor) - Konferensi Anak Indonesia 2014 mencuatkan agenda sanitasi sebagai bagian dari upaya aksi kecil hidup bersih, kata penanggung jawab kegiatan itu.
"Dengan agenda itu, kita ingin mengingatkan hak anak atas toilet dan air bersih di sekolah dan lingkungan tempat anak-anak tinggal," kata penanggung jawab kurikulum Konferensi Anak Indonesia 2014 Johanna Ernawati kepada Antara di Jakarta, Minggu.
Ia menjelaskan konferensi yang diikuti 36 anak delegasi dari berbagai provinsi itu berlangsung 26-31 Oktober dan membahas tentang pengaruh sanitasi terhadap air minum di Indonesia.
Tema sanitasi tersebut, kata dia, diangkat mengingat 80 persen sungai dan air tanah di kota besar tercemar oleh limbah rumah tangga sehingga sebagian besar air tidak layak dikonsumsi.
"Melalui konferensi, kita juga ingin mengajak masyarakat untuk sadar kaitan perilaku sanitasi yang buruk telah mempengaruhi kualitas air minum di Indonesia," katanya.
Ia merujuk sebuah penelitian pada 2004 terhadap 48 sumur di Jakarta, yang mengindikasikan sebagian besar sumur mengandung bakteri "coli" dan bakteri "coli feses".
Meningkatnya populasi dan pembangunan, katanya, menyebabkan peningkatan kebutuhan sumber air tawar.
Sementara itu, peningkatan populasi dan pembangunan harus berhadapan dengan ketersediaan sumber air tawar semakin terbatas dan kritis di beberapa wilayah.
Dikemukakannya bahwa penurunan ketersediaan sumber air tawar itu berkaitan dengan beberapa faktor yaitu polusi, deforestasi, kegiatan pertanian intensif, perubahan daerah tangkapan air, prilaku pemanfaatn air yang buruk, dan fenomena "global warming".
Dari semua faktor itu, kata dia, faktor penting yang mempengaruhi ketersediaan air tawar bersih di Indonesia adalah masalah perilaku manusia.
Perilaku manusia tersebut meliputi kegiatan membuang sampah sembarangan dan semakin banyaknya pemukiman yang dibangun sehingga daerah resapan air berkurang.
Perilaku membuang sampah sembarangan baik sampah "solid" maupun "black water" (sampah berupa feses dan urin) menyebabkan kualitas air tawar sangat berkurang secara signifikan dan menyebabkan biaya penjernihan air yang tinggi sehingga membebani masyarakat terutama masyarakat ekonomi lemah.
Sebagai gambaran, di Pulau Kalimantan sendiri sampai tahun 2000 kota dan pemukiman penduduk yang berkembang tidak memiliki sistem pengolah limbah rumah tangga.
Sebagian besar penduduk Kalimantan membuang limbah rumah tangga mereka langsung ke sungai.
Di kota besar seperti Jakarta, 80 persen sungainya tercemar oleh limbah rumah tangga "black water".
Sementara itu sistem "septictank" di pemukiman padat perkotaan ternyata juga belum memakai teknologi yang dapat menjaga kualitas air tanah.
"Sehingga dampak air sungai dan air sumur di Indonesia sebagian besar tidak layak sebagai air konsumsi," katanya.
Dalam kaitan ini, katanya, masalah sanitasi menjadi sangat besar karena ketika limbah rumah tangga tidak diolah maka akan mencemari ketersediaan air tawar.
Ia mengatakan sanitasi masyarakat perkotaan menjadi masalah utama berkaitan dengan ketersediaan air bersih di Indonesia.
Sanitasi yang buruk di kota besar dan kota kecil menempatkan penduduk kepada bahaya kesehatan melalui polusi terhadap sumber air tanah maupun sumber air permukaan, yang digunakan oleh penduduk perkotaan untuk berbagai kebutuhan.
Konferensi Anak Indonesia 2014, katanya, terselenggara berkat kerja sama Majalah Bobo-Kompas Gramedia bersama sejumlah pihak antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, Asosiasi Toilet Indonesia, PD PAL Jaya, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, dan Indonesia Mengajar.
Selama berkonferensi di Jakarta, delegasi anak Indonesia akan mendapat pembekalan dari para pakar kesehatan dan sanitasi di antaranya Prof. F.G Winarno dari IPB yang akan memberikan pemahaman hidup sehat bersama mikroorganisme di sekitar manusia.
Kemudian, Maraita Listyasari dari "Water and Sanitation Program" Bank Dunia akan memberikan data-data lapangan yang menunjukkan air minum di Indonesia telah tercemar feses akibat perilaku buruk dalam sistem sanitasi di Indonesia.
Selain itu, ada pembekalan tentang sistem toilet yang higenis dan ramah lingkungan.
Delegasi Konferensi Anak Indonesia 2014 juga akan melakukan pengamatan sistem sanitasi di Jakarta, dan akan berdiskusi dengan Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama di Balairung Kantor Gubernur DKI Jakarta.
Selama berkonferensi, kata dia, delegasi bukan hanya belajar, mereka juga bermain selayaknya anak-anak, namun permainan itu telah dirancang dengan materi-materi pembelajaran toilet dan sistem sanitasi yang baik secara menarik dan menyenangkan.
"Diharapkan setelah konferensi peserta menjadi agen perubahan yang bertekad kuat untuk berbagi pengetahuan dan mendorong lingkungan di sekitarnya untuk berubah menjadi lebih baik," demikian Johanna Ernawati.
Konferensi Anak Indonesia 2014 cuatkan agenda sanitasi
Minggu, 26 Oktober 2014 18:09 WIB